BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Di negara Republik Indonesia, hukum waris yang berlaku secara nasioal belum terbentuk, dan hingga kini ada 3 (tiga) macam hukum waris yang berlaku dan diterima oleh masyarakat Indonesia, yakni hukum waris yang berdasarkan hukum Islam, hukum Adat dan hukum Perdata Eropa (BW). Hal ini adalah akibat warisan hukum yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda untuk Hindia Belanda dahulu.
Sebagai negara yang telah lama merdeka dan berdaulat sudah tentu mendambakan adanya hukum waris sendiri yang berlaku secara nasional (seperti halnya hukum perkawinan dengan UU Nomor 2 Tahun1974), yang sesuai dengan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila dan sessuai pula dengan aspirasi yang benar-benar hidup di masyarakat.
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian mengakibatkan masalah bagaimana penyelesaian hak-hak dan kewajiban . Sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukup Perdata (KUHPerdata) buku kedua tentang kebendaan dan juga dalam hukum waris Islam, dan juga hukum waris adat.
Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada seseorang yang masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum mengenai kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang yang berhak menerima harta peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal pembagian harta peninggalan, ahli waris telah memiliki bagian-bagian tertentu.
RUMUSAN MASALAH
Apa yang dimaksud dengan Legitieme Portie ?
TUJUAN
Mendeskripsikan hukum waris secara komperhensif.
BAB II
PEMBAHASAN
LEGITIEME PORTIE
Legitieme Portie atau Bagian Mutlak adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para ahli waris yang berada dalam garis lurus menurut undang – undang. Si pewaris tidak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup maupun selaku wasiat.
Menurut pasal 913 KUH Perdata yang dimaksud dengan legitime portie adalah sesuatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada waris, garis lurus menurut ketentuan undang-undang, terhadap mana yang meninggal tidakk diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat. Jadi, pewaris boleh saja membuat suatu wasiat atau memberikan hibah kepada seseorang, namun demikian pemberian tersebut tidak boleh melanggar hak mutlak atau yang harus dimiliki dari ahli waris berdasarkan undang-undang tersebut.
Jadi Legitieme Portie atau bagian mutlak adalah suatu bagian tertentu dari harta peninggalan yang tidak dapat ditiadakan oleh si pewaris (Pasal 913 jo. 914 KUH.Perdata atau BW). Seorang legietimaris berhak menuntut atau melepaskan bagian mutlaknya (legitieme portie) nya tanpa atau bersama – sama dengan para waris legitimaris lainnya. Menurutpasal 920 KUH.Perdata (BW). Penuntut atas bagian mutlak (legitieme portie)baru dapat dilakukan terhadap hibah atau hibah wasiat yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam suatu harta peninggalan setelah warisan terbuka. Penuntutan itu dapa dilakukan oleh pewaris baik yang berupa:
Erfstelling (Pengangkatan ahli waris)
Legaat (hibah wasiat), Maupun
Terhadap segala pemberian yang telah dilakukan oleh si pewaris sewaktu-waktu si pewaris sewaktu si pewaris masih hidup (baik hibah/schenking)yang berakibat mengurangi bagian mutlak.
Hal – hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan legitimais adalah :
Orang yang bukan legitimaris dapat dikesampingkan dengan wasiat
Bagian mutlak harus selalu dituntut. Apabila tidak dituntut tidak diperoleh legitieme portie.
Jadi kalau ada tiga legitimaris dan yang menuntut hanya satu, maka yang menuntut itu saja ang dapat. Yang dua lagi (yang tidak menuntut) tidak dapat.
Seorang legitimaris berhak menuntut/melepaskan “legitieme portienya” tanpa bersama –sama dengan ahli waris legitimaris lainnya.
Penuntutan atas “bagian mutlak” baru dapat dilakukan terhadap hibah/hibah wasiat yang mengakibatkan berkurangnya bagian mutlak dalam suatu harta peninggalan setelah warisan terbuka (Pasal 920).
Penuntutan itu dapat dilakukan terhadap segala macam pemberian yang telah dilakukan oleh si pewaris, baik berupa “erfstelling”(pengangkatan sebagai ahli waris), hibah wasiat atau terhadap segala pemberian yang dilakukan oleh si pewaris sewaktu s pewaris masih hidup (hibah).
Apabila si pewaris mengangkat seorang ahli waris dengan wasiat untuk seluruh harta peninggalannya, maka bagian ahli waris yang tidak menuntut itu menjadi bagian ahli waris menurut wasiat itu.
Prinsip legitieme portie menentukan bahwa ahli waris memiliki bagian mutlak dari peninggalan yang tidak dapat dikurangi sekalipun melalui surat wasiat.
WASIAT
Wasiat atau testamen ialah suatu pernyataan dari seseorang tentang apa yang dikehendaki setelahnya ia meninggal dunia. Pada asasnya suatu pernyataan kemauan terakhir itu adalah keluar dari satu pihak saja (eenzijdig) dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Penarikan kembali itu (herroepen), boleh secara tegas (uitdrukkelijk) atau secara diam-diam (stillzwijgend).
Yang paling lazim suatu testamen berisi Erfsetlliing yaitu penunjukan seorang ataubeberapa orang menjadi ahli waris yang akan mendapat seluruh atau sebagian dari harta warisan orang yang ditunjuk itu dinamakan Testamentaire Erfgenaam, yaitu ahli waris menurut wasiat dan kedudukannya sama halnya dengan seorang ahli waris menurut undang-undang ia memperoleh segala hak dan kewajiban pihak yang meninggal dunia.onderalgemene titel.
Suatu testamen, juga dapat berisikan “Legaat” yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat berupa :
Satu atau beberapa benda tertentu;
Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh benda yang bergerak
Hak vruckt-gebruik atas sebagian atau seluruh harta warisan
Sesuatu hak lain terhadap budel misanya hak untuk memberi satu atau beberapa benda tertentu dari budel.
Orang yang menerima suatu legaat, dinamakan legataris, ia bukan ahli waris, karenanya ia tidak menggantikan pihak yang meninggal dunia dalam hak-hak dan kewajibannya atau yang penting tidak diwajibkan membayar utang-utang pihak yang meninggal dunia). Adakalanya seorang legataris yang menerima beberapa benda diwajibkan memberikan salah satu benda itu kepada seorang lain yang ditunjuk dalam testamen. Pemberian suatu benda yang harus ditagih dari seorang legataris dinamakan suatu sublegaat.
Apabila dalam suatu testamen diberikan suatu benda yang tak dapat dibagi-bagi, misalnya 2 ekor kuda kepda dua orang bersama-sama dan kemudian salah seorang meninggal
Hukum islam mengatur pula masalah wasiat. Apabila seseorang telah merasa dekat ajalnya, sedangkan ia akan meninggalkan harta yang banyak maka ia wajib membuat wasiat. Hukum wajib membuat wasiat tadi hanya berlaku untuk ibu – bapak dan keluarga dekatnya yang pantas ditolong dengan syarat ada kekhawatiran bahwa bagian yang akan mereka peroleh dari harta peninggalannya tidak cukup bagi keperluan mereka.
Lembaga waris di dalam hukum islam memiliki beberapa dalil naqly baik yang terdapat dalam Al-Quran maupun didalam hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam Al-Qur’an kita jumpai ayat-ayat berikut dalam surah Al-Baqarah ayat 180.
“…Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa…”
Kemudian hadis Nabi Muhammad SAW :
“… alangkah baiknya jika manusia mengurangi akan wasiat mereka dari sepertiga kepada seperempat, karena Rasulullah pernah berkata: Wasiat itu sepertiga, sedang sepertiga itu sudah banyak..” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Syarat-syarat sahnya wasiat:
orang yg memberi wasiat (pewasiat) sudah akkil baligh, mempunyaia pikiran sehat, benar2 berhak atas harta benda yg diwariskan. Disamping itu pewasiat tidak berada di bawah pengaruh yg tidak menguntungkan sepeti: tertipi, terpaksa, dan keadaan lain yg sejenis
orang yg menerima wasiat harus ada pada saat wasiat tersebut dilakukan ; atau penerima wasiat sudah/masih ada pada saat pemberi wasiat meninggal dunia
ketentuan jumlah yg boleh diwasiatkan. Tidak boleh lebih dari 1/3
-telah dikurangi hutang-piutang almarhumm
-telah dipotong biaya/belanja penguburan almarhum
pernyataan yg jelas tentang isi wasiat
HIBAH
Menurut sayyid sabiq dan A. Hassan yg dikutip oleh Dr. H. Abdullah Siddik SH. Ditegaskan bahwa : “hibah adalah pemberian seseorang kpd para ahli warisnya , sahabat handainya, atauan kepada urusan umum sebagian dari harta benda kepunyaan atau seluruh harta bend akepunyaan sebelum ia meninggal dunia”
Khusus mengenai hibah, cukup banyak dalil naqli ang wajib dijadikan pedoman dan petunjuk, menurut surat Al-Baqarah ayat 177 ditegaskan bahwa:
“ … dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim,orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk kmerdekaan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunanaikan zakat, orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang benar dan itulah orang-orang yang bertakwa.
Menurut prof. H. Mahmud yunus di dalam “Tafsir Quran Karim memberi keterangan ayat 177 sebagai berikut :
Karib/kerabat (anak, istri, dll)
Anak yatim
Fakir miskin
Musafir
Orang yang meminta-minta karena lemah atau sakit
PLAATVERVULLING
Menurut kitab undang-undang hukum perdata dikenal ada tiga macam penggantian (representatie atau bij-plaatsvervulling), yaitu :
Penggantian dalam garis lencang kebawah
Penggantian dalam garis lencang kebawah ini dapat terjadi dengan tiada batasnya. Tiap anak yang meninggal dunia lebih dulu digantikan oleh semua anaknya, begitu pula jika dari pengganti itu adalah salah satu yang meninggal dunia lebih dahulu lagi, ia juga digantikan oleh anaknya dan begitu seterusnya, dengan ketentuan, bahwa segenap turunan dari satu orang yang meninggal dunia lebih dahulu harus dianggap sebagai suatu staak (cabang) dan bersama-sama memperoleh bagian orang yang mereka gantikan.
Penggantian dalam garis ke samping
Penggantian dalam garis kesamping (zijlinie), dimana tiap-tiap saudara pihak yang meninggal dunia lebih dahulu, digantikan oleh anak-anaknya, juga penggantian ini dilakukan dengan tiada batasnya (pasal 853, jo. Pasal 856 jo. 857)
Penggantian dalam garis kesamping menyimpang