YAYASAN
Yayasan atau foundation adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan memerhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Istilah “yayasan” digunakan sebagai terjemahan dari istilah “stichting” dalam Bahasa Belanda dan “foundation” dalam Bahasa Inggris.[48]
Sebelum UU Yayasan hadir, definisi Yayasan tampak tidak jelas atau kabur, seperti yang terdapat dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 1680 KUH Perdata yang bahkan tidak sama sekali memberikan pengertian tentang Yayasan. Kemudian Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan yang menyatakan bahwa:
“Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.”
Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Dengan adanya badan hukum yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat amal.[49]
3.2.1. Dasar Hukum
Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, kedudukan Yayasan sebagai badan hukum (rechtpersoon) sudah diakui dan diberlakukan sebagai badan hukum, namun status yayasan sebagai badan hukum dipandang masih lemah, sebab tata cara serta syarat Yayasan untuk memperoleh status badan hukum tersebut masih belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan. Keberadaan lembaga yayasan hanya didasarkan pada kebiasaan, doktrin, dan yurisprudensi Mahkamah Agung.[50]
Pada masa lalu badan hukum yayasan tidak hanya digunakan sebagai wadah untuk mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas. Padahal, peranan yayasan di sektor sosial, pendidikan, dan agama sangat menonjol, tetapi tidak ada satupun Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang Yayasan.[51]
Dalam rangka menjamin kepastian hukum dan ketertiban hukum agar yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, maka dibuat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang mulai berlaku 1 (satu) tahun kemudian sejak tanggal 6 Agustus 2002. Kemudian melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 disahkan Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Peubahan atas undang-undang yang telah ada disebabkan pada faktanya, masalah yayasan tidak sederhana dan pengaturan lebih lanjut sangat diperlukan masyarakat. Undang Nomor 28 Tahun 2004 tidak mengganti Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001, melainkan sekedar mengubah sebagian pasal-pasal dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001.[52]
3.2.2. Tujuan Yayasan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam definisi Yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, yang mana sejak awal yayasan tidak didirikan untuk tujuan komersial atau untuk mencari keuntungan, melainkan kesejahteraan hidup orang lain. Namun demikian, peran dan fungsi yayasan pernah bergeser menjadi suatu badan usaha yang mengakibatkan tujuan aslinya menjadi kabur, menyimpang, dan tidak terkendali sehingga terkesan telah menjadi lembaga bisnis dan komersial.[53]
Sebagai upaya penjaminan kepastian dan ketertiban hukum berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas serta memberikan kemanfaatan (utility) kepada masyarakat, maka disahkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. Sehingga dapat mengembalikan fungsi yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan.[54]
Untuk menunjang tujuan pendiriannya, Yayasan diperkenankan untuk melakukan kegiatan usaha atau mendirikan suatu badan usaha. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan menyebutkan:[55]
“Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha.”
Ketentuan yang ikut mengatur terkait badan usaha yang didirikan Yayasan, yakni Pasal 7 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang berbunyi:[56]
“Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan.”
Dalam pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa Yayasan boleh melakukan kegiatan usaha asalkan laba yang diperoleh dari hasil usaha tersebut digunakan dan diperuntukkan untuk tujuan sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Badan usaha yang memperoleh laba ini diperlukan agar yayasan tidak hanya bergantung kepada sumbangan dan bantuan pihak lain.[57]
Adapun ketentuan lain tertuang dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, yaitu:[58]
“Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan.”
3.2.3. Status Badan Hukum
Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka penentuan status badan hukum yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada dalam Undang-Undang a quo. Dalam Undang-Undang a quo menyatakan bahwa yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian bahwa yayasan memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.[59]
Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui yayasan menjadi badan hukum berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan sistem terbuka yaitu berdasarkan pada kebiasaan, doktrin, dan yurisprudensi yang tidak memberi kepastian hukum. Undang-Undang a quo berlaku bukan hanya terhadap yayasan yang didirikan setelah Undang-Undang a quo berlaku, melainkan berlaku pula terhadap yayasan yang telah ada sebelum Undang-Undang a quo ada.[60]
Bagi yayasan yang telah berdiri sebelum berlakunya Undang-Undang baru, dan telah didaftarkan di pengadilan negeri, tetap diakui sebagai badan hukum. Legal standing yayasan yang memperoleh pengakuan tersebut merupakan bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hak hukum yayasan, sehingga sangat bersesuaian dengan hukum yang berlaku bahwa hak seseorang yang telah diperoleh sebelumnya tidak dapat dihapuskan tanpa alasan yang dibenarkan oleh hukum. Pendaftaran yang telah dilakukan oleh yayasan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 pada Pasal 71 ayat (1) tentang Yayasan hanya terbatas pada yayasan yang:[61]
1. Telah didaftarkan di pengadilan negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
2. Telah didaftarkan di pengadilan negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait.
Dengan pendaftaran tersebut yayasan tetap diakui sebagai badan hukum secara otomatis asalkan didahului dengan memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan untuk dilakukan menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Persyaratannya adalah yayasan wajib menyesuaikan Anggaran Dasar dengan ketentuan Undang-Undang baru terhitung paling lambat 3 (tiga) tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang baru.[62]
3.2.4. Perangkat Organisasi
Adapun beberapa organ Yayasan yang terdiri dari:
1. Pembina.
2. Pengurus.
3. Pengawas.
1. Pembina
Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh Undang-Undang Yayasan atau Anggaran Dasar.[63] Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus dan/atau anggota.[64] Pun yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perorangan sebagai pendiri yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan.[65]
2. Pengurus
Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan.[66] Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau pengawas.[67] Yang dapat diangkat menjadi pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.[68] Pengurus dinagkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan.[69] Adapun susunan pengurus yang sekurang-kurangnya terdiri dari:[70]
a. Seorang ketua;
b. Seorang sekretaris; dan
c. Seorang bendahara.
3. Pengawas
Pengawas adalah organ yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.[71] Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.[72] Yang dapat diangkat menjadi pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum.[73] Pengawas diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina.[74]
3.2.5. Kewenangan Bertindak
Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Yayasan, terdapat beberapa kewenangan bertindak Yayasan, diantaranya:
1. Pengurus bertanggung jawab penuh atas kepengurusan yayasan dan berhak mewakili yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan.[75]
2. Setiap pengurus menjalankan tugas dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.[76]
3. Dalam menjalankan tugasnya, pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan yayasan.[77]
4. Setiap pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian yayasan atau pihak ketiga.[78]
5. Anggota pengurus tidak berwenang mewakili yayasan apabila:[79]
a. Terjadi perkara di depan pengadilan antara yayasan dan anggota pengurus yang bersangkutan; atau
b. Anggota pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan yayasan.
3.2.6. Tindakan Yayasan Berhubungan Dengan Bank
Dalam hal yayasan sebagai pemegang rekening, maka kewenangan bertindak mewakili yayasan sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan, pada umumnya diwakili oleh ketua dan sekretaris dan/atau bendahara sebagai pengurus yayasan. Yayasan Sebagai Peminjam/Pemberi Jaminan:[80]
1. Dalam Anggaran Dasar dapat diatur tentang pembatasan kewenangan pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama yayasan.
2. Dalam hal yayasan sebagai peminjam, maka persetujuan dari organ yayasan lainnya tetap diperlukan selama Anggaran Dasar mengaturnya.
3. Pengurus tidak berwenang:
a. Mengikat yayasan sebagai penjamin utang kepada pihak ketiga;
b. Mengalihkan kekayaan yayasan kecuali dengan persetujuan pembina; dan
c. Membebani kekayaan yayasan untuk kepentingan pihak lain.
3.2.7. Syarat dan Tata Cara Pendirian
Adapun beberapa syarat didirikannya Yayasan, sebagai berikut:
1. Didirikan oleh satu orang atau lebih;
2. Ada kekayaan yang dipisahkan dari kekayaan pendirinya;
3. Dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia;
4. Harus memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM;
5. Diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain atau bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan; dan
7. Nama yayasan harus didahului dengan kata “Yayasan”.
Dalam hukum perdata, disyaratkan dua aspek pendirian yayasan, yaitu:[81]
1. Aspek Materil:
a. Harus ada suatu pemisahan kekayaan;
b. Suatu tujuan yang jelas;
c. Ada organisasi (nama, susunan, dan badan pengurus).
2. Aspek Formil: pendirian yayasan dengan akta autentik.
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka suatu yayasan dapat didirikan dengan tata cara yang ditetapkan undang-undang. Adapun tiga proses dalam pendirian yayasan, yakni:[82]
1. Proses pendirian yayasan;
2. Proses pengesahan akta yayasan; dan
3. Proses pengumuman yayasan sebagai badan hukum.
3.2.8. Pembubaran
Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan bubarnya Yayasan, diantaranya:
1. Jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
2. Tujuan yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai.
3. Putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:
a. Yayasan melanggar ketertiban umum.
b. Tidak mampu membayar hutangnya setelah dinyatakan pailit.
c. Harta kekayaan yayasan tidak cukup untuk melunasi hutangnya setelah pernyataan pailit.