Fidusia sebagai lembaga jaminan menurut Tan Kamelo sudah lama dikenal dalam masyarakat Romawi, yang pada mulanya hidup tumbuh dan hidup dalam hukum kebiasaan. Berdasarkan pertautan sejarah, lembaga jaminan fidusia selanjutnya diatur dalam yurisprudensi dan kini telah mendapat pengakuan dalam undang-undang. Selanjutnya, beliau menyatakan bahwa Fidusia adalah lembaga yang berasal dari system hukum perdata barat, yang eksistensi dan perkembangannya selalu dikaitkan dengan sistem civil law. Istilah civil law berasal dari kata latin “jus civile” yang diperlakukan kepada masyarakat Romawi. Seperti telah disinggung di muka, jika diperhatikan sejarah perkembangan Fidusia, pada awalnya yaitu pada zaman Rumawi, sebagaimana dikutip oleh, bahwa obyek fidusia adalah meliputi baik barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Pemisahan mulai diadakan kemudian, orang-orang Rumawi mengenal gadai dan hipoteek. Ketentuan ini juga diikuti oleh Negeri Belanda, dalam Burgerlijke Wet Boek. Pada saat fidusia muncul kembali di Belanda, maka pemisahan antara barang tidak bergerak untuk hipoteek juga diberlakukan. Obyek Fidusia dipersamakan dengan gadai yaitu barang bergerak karena pada saat itu fidusia dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari larangan yang terdapat dalam gadai.
Hal ini terus menjadi Yurisprudensi tetap baik di Belanda maupun di Indonesia. Sistem hukum Indonesia menurut Tan Kamelo mempunyai hubungan yang erat dengan hukum Belanda karena adanya pertautan sejarah yang didasarkan kepada asas konkordansi. Demikian pula sistem hukum Belanda memiliki pertautan sejarah dengan hukum Perancis yang berasal dari hukum Romawi. Nampaknya sistim hukum Eropah Barat menggunakan hukum Romawi, hal tersebut menurut Sunaryati Hatono yang dikutip Tan Kamelo, karena ada 2 (dua) factor yang menyebabkan diresepsinya hukum Romawi ke dalam hukum Eropah Barat, yakni:Pertama, Mulai abad pertengahan banyak mahasiswa dari Eropah Barat dan Utara belajar di universitas -universitas di Itali dan Perancis Selatan (dimana Itali merupakan kebudayaan Eropa).
Pada zaman ini yang dipelajari oleh ahli hukum hanya hukum Romawi. Kedua, adanya kepercayaan pada hukum alam yang asasi, yang dianggap sebagai suatu hukum yang sempurna dan berlaku bagi setiap tempat dan waktu (zaman). Karena mereka yang menerima hukum alam itu tidak dapat melepaskan dirinya dari Hukum Rumawi yang telah dipelajarinya di Negara Itali dan Perancis Selatan, biasanya mereka menyatakan hukum alam itu dengan hukum Romawi.
Berkembangnya jaminan Fidusia di Indonesia menurut Marhainis ketika para pedagang eksportir yang ingin memperluas usaha perdagangan luar negeri yang membutuhkan modal. Menurutnya bahwa untuk pengembangan itu eksportir meminta kredit pada bank, dan barang jaminan berupa stock barang dagangan yang meliputi pula peralatan kantor, bengkel, toko dan lain-lainnya. Sebagai contoh: Sebuah perusahaan taxi umpamanya, “PT Presiden Taxi” meminta kredit pada suatu Bank dan sebagai jaminan adalah taxi yang diekplotasikan/dioperasikan oleh perusahaan itu dan taxi sebagai suatu jaminan merupakan benda bergerak dan menurut ketentuan gadai harus diserahkan kepada bank tersebut, tetapi tetap dipercayakan dipegang oleh perusahaan PT. Presiden Taxi Oleh Bank atas dasar kepercayaan atau dengan kata lain terlihat adanya ”penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan.
” Pada awalnya lembaga fiduciair eigendom overdracht menurut Marhainis tidak diakui oleh Yurisprudensi dan doctrin sebab dianggap meragukan seperti suatu gadai yang berselimut, dan hal ini dianggap bertentangan dengan pasal 1152 KUH perdata bahwa barang gadai harus dilepaskan dari penguasaan si pemberi gadai dan hak gadai adalah tidak sah apabila barang gadai dibiarkan berada dalam penguasaan si pemberi gadai.
Tetapi akhirnya lembaga jaminan fiduciair eigendom overdracht ini mendapat pengakuan berdasarkan yurisprudensi Hoggerechtshof dengan putusan tanggal 18 Agustus 1932 terhadap peristiwa BPM lawan Clynet yang berlaku sampai sekarang Fidusia sebagai lembaga yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan perkembangan ekonomi serta usaha perusahaan, terutama sekali adanya program Pemerintah memberikan perlindungan terhadap golongan ekonomi lemah pribumi dengan kredit investasi kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit candak Kulak, Kredit Kelayakan, Kredit Rumah Murah, Kredit Bimas, Kredit Pupuk, Kredit bagi Pengrajin dan lainlain. 13 Nampaknya dengan sangat dibutuhkannya lembaga fidusia tersebut dibentuklah adanya Undang-undang Jaminan Fidusia, yaitu untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan seperti tersebut di atas. Lahirnya undang-undang Jaminan Fidusia ini menurut Rabiyatul Syahriah, dengan latar belakang karena kebutuhan praktis, kebutuhan tersebut dapat dilihat dari factor-faktor berikut.