Objek Jaminan dalam Sistem Hukum Jaminan Indonesia


Di dalam jaminan perorangan, termasuk jaminan korporasi atau Bank Garansi, secara yuridis tidak ada kebendaan tertentu yang sengaja disendirikan sebagai pelunasan utang. Esensi dari perjanjian jaminan perorangan adalah kesanggupan pihak penjamin untuk melunasi utang, apabila debitor tidak mampu membayar. Oleh karena itu, dalam tulisan ini yang dimaksud dengan objek jaminan adalah “kebendaan” dalam jaminan kebendaan. Dimaksudkan dengan benda sebagai objek jaminan adalah benda (zaak) dalam pengertian yuridis seperti diatur dalam Pasal 499 KUHPerdata yaitu “tiap-tiap barang dan tiaptiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”. Wirjono Prodjodikoro (1956) mengartikan benda  haruslah berfaedah dan bermanfaat bagi kepentingan manusia. Sejalan dengan itu, Soetan Malikul Adil (1962) menegaskan bahwa tidak semua benda adalah zaak, melainkan hanya benda-benda yang terkait dengan kepentingan manusia. Pasal ini secara argumentum a contrario menyatakan bahwa benda yang tidak dapat dikuasai oleh hak milik bukanlah benda menurut hukum. Pasal ini menegaskan pula bahwa yang dimaksudkan dengan benda disini terdiri atas barang (goederen/lichamelijke zaken) dan hakhak (rechten/onlichamelijke zaken) yang berupa hak-hak atas suatu barang yang berwujud seperti surat berharga atau hak atas kekayaan intelektual antara lain hak cipta, hak paten, dan hak merek. Hak kekayaan intelektual ini merupakan kekayaan pribadi yang dapat dimiliki dan diperlakukan sama dengan kekayaan lainnya, seperti diperjualbelikan atau dijaminkan (Tim Lindsay,2003). Berkenaan dengan objek jaminan kebendaan, ketentuan undang-undang yang mengatur tentang jaminan, masing-masing telah menentukan objeknya dan mengatur pula kapan hak kebendaan tersebut lahir.

Selain memenuhi kriteria benda secara yuridis, secara khusus objek jaminan haruslah memenuhi kriteria benda dalam lapangan hukum perikatan. Semula, zaak (benda) tidak dibedakan antara benda dalam lapangan hukum benda dan benda dalam lapangan hukum perikatan. Hal ini terlihat dari Arrest Hoge Raad 1910 yang membatalkan perjanjian sewa menyewa luas pagar, yang menurut Hoge Raad luas pagar bukanlah benda. Terhadap putusan ini, banyak para ahli hukum tidak sependapat, karena memang luas pagar bukanlah benda, melainkan bagian dari benda, yang dapat dijadikan objek perikatan (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,2000). Dapatlah disimpulkan, berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka perjanjian tersebut dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan syarat sah nya perjanjian. Perkembangan objek jaminan dalam praktik menjadi menarik, mengingat di satu sisi urgensi jaminan dalam aktivitas ekonomi, namun disisi lain Hukum Perdata (KUHPerdata dan KUHD) sebagai lex generale belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan objek jaminan dalam praktik.

Sumber :

TELAAH YURIDIS PERKEMBANGAN LEMBAGA DAN OBJEK JAMINAN (GAGASAN PEMBARUAN HUKUM JAMINAN NASIONAL) Disusun oleh: Lastuti Abubakar Departemen Hukum Ekonomi-Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran