A.
LANDASAN
FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
Ø Landasan Filosofis
Undang-Undang selalu mengandung norma-norma hukum yang diidealkan
(ideal norms) oleh suatu masyarakat kearah mana cita-cita luhur kehidupan
bermasyarakat dan bernegara hendak diarahkan. Karena itu, undaang-undang dapat digambarkan sebagai
cermin dari cita-cita kolektif suatu masyarakat tentang nilaai-nilai luhur dan
filosofis yang hendak diwujudkan dlaam kehidup sehari-hari melalui pelaksanaan
undang-undang yang bersangkutan dalam kenyataan.Karena itu, cita-cita filosofis
yang terkandung dalam undang-undang itu hendaklah mencerminkan cita-cita
filosofis yang dianut masyarakat bangsa yang bersangkuan itu sendiri.
Artinya, jangan sampai cita-cita filosofis yang terkandung di dalam
undang-undang tersebut judtru mencerminkan falsaafah kehidupan bangsa lain yang
tidak cocok dengan cita-cita filosofis bangsa sendiri. Karena itu, dalam
konteks kehidupan bernegara, pancasila sebagai falsafah haruslah tercermin alam
undang-undang republik Indonesia tidak boleh melandasi diri berdasarkan
falsafah hidup bangsa dan neegara lain. Artinya, pancasila itulah yang menjadi
landasan filosofis semua produk undang-undang republik Indonesia berdasarkan
UUD 1945.[1]
Ø Landasan Sosiologis
Landasan kedua adalah landasan sosiologis, yaitu bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam undang-undang haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat. Karena itu, dalam kon- sideran, harus dirumuskan dengan baik pertimbangan-pertimbangan yang bersifat empiris sehingga sesuatu gagasan normatif yang dituangkan dalam undang-undang benar-benar didasarkan atas kenyataan yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat. Dengan demikian, norma hukum yang tertuang dalam undang-undang itu kelak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di tengah-tengah masyarakat hukum yang diaturnya.
Ø Landasan Yuridis
Landasan yuridis dalam perumusan setiap undang-undang haruslah
ditempatkan pada bagian Konsideran "Mengingat". Dalam konsideran
mengingat ini harus disusun secara rinci dan tepat (i) ketentuan UUD 1945 yang
dijadikan rujukan, termasuk penyebutan pasal dan ayat atau bagian tertentu dari
UUD 1945 harus ditentukan secara tepat (ii) undang-undang lain yang dijadikan
rujukan dalam membentuk undaang-undang yang bersangkutan, yang harus jelas
disebutkan nomornya, judulnya dan demikian pula dengan nomor dan tahun lembaran
negara dan tambahan lembaran negara.
Biasanya, penyebutan undang-undang dalam rangka konsideran
“mengingat” ini tidak disertai dengan penyebutan nomor pasal ataupun ayat. Penyebutan
pasal dan ayat hanya berlaku untuk penyebutan undang-undang dasar saja. Misalnya,
mengingat undang-undang No. 10 Tahun 2004 tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan. Artinya, undang-undang itu dijadikan dasar yuridis dalam
konsideran mengingat itu sebagai suatu kesatuan sistem norma.