Kode Etik Profesi Notaris

 

       Di dalam UUD Negara tahun 1945 dengan tegas dinyatakan bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum, dengan demikian salah satu tugas terpenting bagi pemerintah adalah memberikan dan menjamin adanya kepastian hukum bagi rakyatnya. Dalam bidang tertentu tugas tersebut oleh pemerintah melalui Undang Undang diberikan dan dipercayakan kepada Notaris dan sebaliknya masyarakat juga harus percaya bahwa akta Notaris yang dibuat itu memberikan kepastian hukum bagi warganya. Dalam melaksanakan tugas dan jabatannya, Notaris tidak hanya menjalankan pekerjaan yang diamanatkan oleh Undang Undang, melaikan seorang Notaris juga harus berpegang teguh pada Kode Etik Notaris. Kode Etik bagi Profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga Kualitas pelayanan hukum kepada Masyarakat. Oleh karena itu, Ikatan Notaris Indonesia (INI) membuat dan menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.

          Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai Kode Etik Notaris serta sanksi yang akan diterima anggota apabila melakukan pelanggaran atas Kode Etik tersebut.

B. Rumusan Masalah

  1. Apakah Kode Etik Notaris itu ?
  2. Jelaskan Kewajiban dan Larangan bagi seorang Notaris !

3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Etis Notaris ?

C. Tujuan Penulisan

  1. Memberikan pemahaman kepada pembaca menganai apa Kode Etik itu
  2. Menjelaskan apa saja Kewajiban serta larangan bagi seorang Notaris

3.      Menjelaskan apa saja Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Etis Notaris

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Kedudukan Etika Notaris

Kedudukan notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu organ yang mendapat amanat dari berbagai tugas dan kewenangan negara yaitu berupa tugas, kewajiban, wewenang dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat umum di bidang keperdataan.[1] Dari segi yuridis dan politis, notaris berperan sebagai aparat penegak hukum sebagaimana dikehendaki dalam GBHN RI, dan jelas bahwa eksistensi notaris itu mempunyai dasar hukum, karena kehadirannya dan fungsinya diatur secara resmi melalui peraturan perundang-undangan. Undang-undang di republik ini, mengakui notaris sebagai “pejabat umum (openbaar ambtenaar)” yang diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu. Karenanya notaris ikut melaksanakan sebahagian dari kekuasaan (macht) dan wibawa (gezag) Pemerintah Dari segi filosofis, notariat/notaris berperan sebagai pelaku penegakan nilai-nilai (values, waarden) dan asas-asas (principles, beginselen) yang dianut oleh bangsa kita, bahkan juga secara universal, terutama nilai-nilai keadilan, ketertiban dan kepastian hukum (rechtsorde, rechtszekerheid).”

Dengan mengkategorikan notaris sebagai pejabat umum atau pejabat publik[2]. Dalam hal ini publik yang bermakna hukum, bukan publik sebagai khalayak umum. Notaris sebagai pejabat publik produk akhirnya yaitu akta otentik, yang terikat dalam ketentuan hukum perdata terutama dalam hukum pembuktian. Keberadaan notaris terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terutama dalam Buku Keempat tentang Pembuktian dan Kedaluwarsa. Kemudian mengenai alat bukti yang utama dalam hukum perdata adalah bukti tertulis, sedangkan alat bukti tertulis yang paling kuat adalah berbentuk akta autentik. Notaris disebut sebagai pejabat mulia karena profesi notaris sangat erat hubungannya dengan kemanusiaan. Akta yang dibuat oleh notaris dapat menjadi alas hukum atas status harta benda, hak dan kewajiban seseorang. Kekeliruan atas akta yang dibuat notaris dapat menyebabkan tercabutnya hak seseorang atau terbebaninya seseorang atas suatu kewajiban, oleh karena itu notaris dalam menjalankan tugas jabatannya harus mematuhi berbagai ketentuan yang tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.[3] 

Berdasarkan Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan yang dimaksud akta autentik adalah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Akta autentik tersebut biasanya dibuat dalam bentuk perjanjian, berkaitan dengan perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat, dapat dipahami bahwa keberadaan profesi notaris adalah sebagai pejabat umum yang berwenang dalam pembuatan akta autentik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1868 KUH Perdata.

Pada intinya tugas notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh kepala negara, adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan hukum antara para pihak yang telah melakukan perjanjian secara mufakat menggunakan jasa notaris, yang pada intinya memberikan kepastian hukum terhadap perjanjian yang telah disepakatinya. Di sini jelas bahwa notaris merupakan jabatan bebas dari pengaruh tekanan apa pun, tetapi mempunyai kepastian hukum yang kuat, karena itu dalam setiap membuat gross akta tertentu selalu mencantumkan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Hal ini membawa konsekuensi bahwa akta notaris mempunyai kekuatan eksekutorial.[4]

Profesi notaris merupakan pejabat umum dalam menjalankan tugasnya terikat dengan peraturan undang-undang dan kode etik profesi. Kode etik notaris merupakan kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kode etik profesi notaris, harus ditaati oleh setiap anggota yang terikat dengan perkumpulan itu. Kaidah moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani, yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Kaidah moral umumnya tidak tertulis, namun jika dibuat tertulis seperti Kode Etik Notaris ini maksudnya adalah untuk kejelasan informasi semata. Kaidah moral diharapkan ditaati oleh kelompok masyarakat fungsional tertentu, yakni notaris dalam kehidupannya di organisasi notaris. Ciri utama dari kaidah moral ini adalah keberlakuannya yang tidak ditegakkan dengan sanksi yang tegas. Meskipun demikian dalam pergaulan organisasi apabila ada notaris yang melanggar kode etik maka notaris tersebut dapat dijatuhi sanksi oleh organisasi. Dengan demikian organisasi notaris mempunyai peran yang signifikan. Oleh karena itulah pembangunan organisasi notaris menjadi penting.

Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan Noratis menyatakan bahwa, “Organisasi notaris menetapkan dan menegakkan kode etik notaris.” Kemudian di dalam ketentuan Pasal 13 ayat (1) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia, yang ditetapkan berdasarkan Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Bandung pada tanggal 28 Januari 2005, menyatakan: “Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris, perkumpulan mempunyai kode etik notaris yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.”

Menurut Munir Fuady kedudukan kode etik bagi notaris sangatlah penting, pertama, bukan hanya karena notaris merupakan suatu profesi sehingga perlu diatur dengan suatu kode etik, melainkan juga karena sifat dan hakikat dari pekerjaan notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang klien yang menggunakan jasa notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia notaris sangat diperlukan juga suatu kode etik profesi yang baik dan modern.[5]

Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki keilmuan dan keahlian dalam bidang ilmu hukum dan kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan, maka dari itu secara pribadi notaris bertanggung jawab atas mutu jasa yang diberikannya. Sebagai pengemban misi pelayanan, profesi notaris terikat dengan kode etik notaris yang merupakan penghormatan martabat manusia pada umumnya dan martabat notaris khususnya, maka dari itu pengemban profesi notaris mempunyai ciri-ciri mandiri dan tidak memihak, tidak terpacu dengan pamrih, selalu rasionalitas dalam arti mengacu pada kebenaran yang objektif, spesialitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.

Secara filosofis terdapat parameter yang beragam dalam menentukan ukuran terhadap perilaku etis notaris, dikarenakan belum terdapat ukuran yang bersifat universal yang berlaku di seluruh dunia. Meskipun demikian ukuran-ukuran yang masih belum bersifat universal tersebut sudah dapat dijabarkan kedalam prinsip-prinsip atau nilai-nilai yang berlaku dan dapat diterapkan pada suatu tempat, waktu dan situasi tertentu yang kurang lebih sepadan. Dalam tataran yang lebih konkrit, dan faktual dapatlah dikatakan bahwa ukuran untuk perilaku etis notaris adalah apa yang disebut sebagai kode etik notaris.[6] Meskipun kode etik notaris tersebut dalam tataran praksis menimbulkan persoalanpersoalan yang menyangkut soal otoritas mana yang dianggap berwenang membuat penafsiran terhadap teks kode etik notaris tersebut, namun kode etik tersebut sudah dapat dipergunakan sebagai pedoman guna menentukan apakah seorang notaris tersebut berperlaku etis atau tidak etis.

Jabatan profesi notaris merupakan profesi yang menjalankan tugas sebagian kekuasaan negara khususnya di bidang hukum privat, di samping itu juga mempunyai peranan penting dalam pembuatan akta autentik yang mempunyai kekuatan pembuktian paling sempurna. Jabatan profesi notaris merupakan jabatan kepercayaan, dapat diartikan bahwa Notaris merupakan Pejabat Pemerintah (walaupun tidak diberi gaji oleh pemerintah) yang merupakan kepanjangan tangan untuk melaksanakan sebagian kewenangan pemerintah, ini dapat dibuktikan dengan penggunaan lambang Negara pada cap Notaris yang berlambang Burung Garuda. Karena tugasnya tersebut yang merupakan salah satu tugas pemerintah dan Negara, maka hasil pekerjaannya tersebut mempunyai akibat hukum, notaris dibebani sebagian kekuasaan Negara dan memberikan pada aktanya kekuatan otentik dan eksekutorial. Maka dari itu seorang notaris harus mempunyai perilaku baik yang dijamin oleh undang-undang, sedangkan undang-undang telah mengamanatkan pada perkumpulan untuk menetapkan kode etik profesi notaris. Perilaku notaris yang baik adalah perilaku yang berlandaskan pada kode etik profesi notaris, dengan demikian kode etik notaris mengatur hal-hal yang harus ditaati oleh seorang notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar jabatannya.

Menurut Franz Magnis Suseno dkk terdapat dua prinsip etika profesi luhur yaitu mendahulukan kepentingan klien dan pengabdian pada tuntutan luhur profesi.[7] Para profesional wajib membaktikan keahliannya semata-mata pada kepentingan yang mereka layani, tanpa mempedulikan untung ruginya. Sekalipun seorang profesional berhak bisa hidup dari profesinya, namun pembayaran tersebut tidak boleh menjadi tujuan utama dari pelaksanaan profesinya. Profesi notaris harus dijalankan sesuai dengan pengabdian pada tuntutan luhur profesi. Tuntutan luhur profesi dalam bidang notariat adalah membuat suatu akta yang di dalamnya menentukan hak dan kewajiban tertentu. Dalam kaitan ini yang menjadi landasan utama dalam melakukan pengabdian terhadap tuntutan luhur profesi adalah kebenaran. Kebenaran di sini harus ditinjau dari segi hakikat hukum dan fakta yang disajikan. Fakta hukum adalah fakta yang menimbulkan akibat hukum[8]. Karena itu demi perlindungan hukum bagi para pihak dan orang-orang lain yang terikat dari suatu perjanjian yang melibatkan notaris misalnya, maka sebuah fakta hukum harus difahami secara komprehensif guna memperoleh suatu kebenaran.

Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, Ikatan Notaris Indonesia (INI) pada Kongres Luar Biasa di Bandung pada tanggal 27 Januari 2005, telah menetapkan kode etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar, yaitu:

1. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris, perkumpulan mempunyai kode etik yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan;

2. Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan kode etik;

3. Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerja sama dan berkoordinasi dengan Majelis Pengawasan untuk melakukan upaya penegakan kode etik.

Kode etik notaris mengatur tentang kewajiban, larangan, dan pengecualian.

B.     KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN PENGECUALIAN

KEWAJIBAN

Adapun tentang kewajiban notaris diatur dalam Pasal 3 Kode Etik notaris, yaitu:

a. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik.

Seorang notaris harus mempunyai moral, akhlak serta kepribadian yang baik, karena notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat, merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat.

b. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan notaris.

Notaris harus menyadari bahwa perilaku diri dapat memengaruhi jabatan yang diembannya.

Harkat dan martabat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari jabatan.

c. Menjaga dan membela kehormatan perkumpulan. Sebagai anggota yang merupakan bagian dari perkumpulan, maka seorang notaris harus dapat menjaga kehormatan perkumpulan.

Kehormatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perkumpulan.

d. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris.

Jujur terhadap diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi.

Mandiri dalam arti dapat menyelenggarakan kantor sendiri, tidak tergantung pada orang atau pihak lain serta tidak menggunakan jasa pihak lain yang dapat mengganggu kemandiriannya.

Tidak berpihak berarti tidak membela/menguntungkan salah satu pihak dan selalu bertindak untuk kebenaran dan keadilan.

Penuh rasa tanggung jawab dalam arti selalu dapat mempertanggung jawabkan semua tindakannya, akta yang dibuatnya dan bertanggung jawab terhadap kepercayaan yang diembannya.

e. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan. Menyadari ilmu selalu berkembang.

Hukum tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat.

f.  Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan negara.

Notaris diangkat bukan untuk kepentingan individu notaris, jabatan notaris adalah jabatan pengabdian, oleh karena itu notaris harus selalu mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara.

g. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk kepedulian (rasa sosial) notaris terhadap lingkungannya dan merupakan bentuk pengabdian notaris terhadap masyarakat, bangsa, dan negara;

h. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.

Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut harus benar-benar menjadi tempat ia menyelenggarakan kantornya. Kantor notaris dan PPAT harus berada di satu kantor.

i. Memasang satu buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran, yaitu 100 cm x 40 cm; 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat:

·         Nama lengkap dan gelar yang sah; Tanggal dan Nomor Surat Keputusan; Tempat kedudukan;

·         Alamat kantor dan telepon/faks.

·         Papan nama bagi kantor notaris adalah papan nama jabatan yang dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa tempat tersebut ada kantor notaris, bukan tempat promosi.

Papan jabatan tidak boleh bertendensi promosi seperti jumlah lebih dari satu atau ukuran tidak sesuai dengan standar.

j. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan perkumpulan.

Aktivitas dalam berorganisasi dianggap dapat menumbuhkembangkan rasa persaudaraan profesi.

Mematuhi dan melaksanakan keputusan organisasi adalah keharusan yang merupakan tindak lanjut dari kesadaran dan kemauan untuk bersatu dan bersama.

k. Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib. Memenuhi kewajiban finansial adalah bagian dari kebersamaan untuk menanggung biaya organisasi secara bersama dan tidak membebankan pada salah seorang atau sebagian orang.

l.  Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.

Meringankan beban ahli waris rekan seprofesi merupakan wujud kepedulian dan rasa kasih antarrekan.

m. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium yang ditetapkan perkumpulan; Hal tersebut adalah untuk menghindari persaingan tidak sehat, menciptakan peluang yang sama dan mengupayakan kesejahteraan bagi seluruh notaris.

n. Menjalankan jabatan notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan, dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan yang sah.

Akta dibuat dan diselesaikan di kantor notaris, di luar kantor pada dasarnya merupakan pengecualian.

Di luar kantor harus dilakukan dengan tetap mengingat notaris hanya boleh mempunyai satu kantor. 

o. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.

Dalam hubungan antara sesama rekan dilakukan dengan sikap dan perilaku yang baik dengan saling menghormati dan menghargai atas dasar saling bantu-membantu.

Tidak boleh saling menjelekkan apalagi di hadapan klien.

p. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan status ekonomi dan/atau status sosialnya. Memperlakukan dengan baik harus diartikan tidak saja notaris bersikap baik tetapi juga tidak membuat pembedaan atas dasar suku, ras, agama serta status sosial dan keuangan;

q. Melakukan perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam UUJN, penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUJN, isi Sumpah Jabatan Notaris, Anggaran Dasar dan Rumah Tangga INI.

 

LARANGAN

Dalam menjalankan wewenangnya Notaris harus bertanggung jawab apabila akta-akta yang dibuatnya terdapat kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan oleh Notaris, disinilah pentingnya Notaris harus menjalankan fungsi dan jabatanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[9] Di samping kewajiban yang harus ditaati, kode etik notaris juga mengatur tentang larangan, yang termuat dalam Pasal empat kode etik notaris, yaitu:

a.                   Mempunyai lebih dari satu kantor, baik kantor cabang maupun kantor perwakilan. Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait kantor perwakilan adalah sebagai berikut: a). Membuka kantor lebih dari satu; b). Tidak mencabut papan nama di lokasi kantor notaris sebelumnya dengan demikian dapat berindikasi terhadap pembukaan kantor perwakilan; c). Menempatkan staf atau karyawan notaris di bank tertentu. Larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini dapat diartikan pula sebagai penjabaran UUJN. Mempunyai satu kantor harus diartikan termasuk kantor PPAT.

 

b.                  Memasang papan nama dan/atau ditulis yang berbunyi “Notaris/ Kantor Notaris” di luar lingkungan kantor. Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait pemasangan papan nama adalah sebagai berikut: a). Ketika seorang notaris memasang papan nama lebih dari satu papan nama di lokasi berbeda yang mencantumkan nama dan jabatannya sebagai notaris; b). Memasang papan nama yang mencantumkan nama dan jabatan lebih dari 100 meter dari kantor; c). Melebihi batas ukuran papan nama yakni lebih dari 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm; d). Menyatukan papan nama sebagai notaris dan PPAT. Berdasarkan hal tersebut dinyatakan bahwa setiap notaris hanya boleh memasang 1 (satu) buah papan yang menunjukkan identitas dari notaris mulai dari nama, jabatan, nomor surat keterangan pengangkatan sebagai notaris, tempat kedudukan serta nomor telepon. Apabila ingin membuat papan penunjuk untuk menunjukkan lokasi kantor, maka papan penunjuk tersebut hanya boleh bertuliskan notaris dan tidak memuat identitas diri dari notaris tersebut. Lingkungan ini berkaitan dengan kewajiban yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (9) Kode Etik Notaris, sehingga tindakannya dapat dianggap sebagai pelanggaran atas kewajiban.

 

c.                   Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersama-sama dengan mencantumkan nama jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau elektronik dalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela sungkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik dalam bidang sosial, keagamaan maupun olahraga. Kriteria yang dikategorikan melakukan pelanggaran kode etik terkait publikasi diri adalah sebagai berikut: a). Mencantumkan nama dan jabatan sebagai notaris di media; b). Secara aktif dan pasif melakukan publikasi melalui media; c). Publikasi oleh notaris yang mencantumkan nama dan jabatan yang tidak dikategorikan sebagai pelanggaran kode etik ketika publikasi tersebut dilakukan di media notaris yang merupakan media yang diterbitkan oleh Ikatan Notaris Indonesia. Larangan ini merupakan konsekuensi logis dari kedudukan notaris sebagai pejabat umum dan bukan sebagai pengusaha/kantor Badan Usaha sehingga publikasi/promosi tidak dapat dibenarkan.

d. Bekerja sama dengan biro jasa/orang/badan hukum yang pada hakikatnya bertindak sebagai perantara untuk mencari atau mendapatkan klien.  Notaris adalah pejabat umum dan apa yang dilakukan merupakan pekerjaan jabatan dan bukan dengan tujuan pencarian uang atau keuntungan sehingga penggunaan biro jasa/orang/badan hukum sebagai perantara pada hakikatnya merupakan tindakan pengusaha dalam pencarian keuntungan yang tidak sesuai dengan kedudukan peran dan fungsi notaris.

e. Menandatangani akta yang proses pembuatan minutanya telah disiapkan oleh pihak lain.

Jabatan notaris harus mandiri, jujur, dan tidak berpihak sehingga pembuatan minuta yang telah dipersiapkan oleh pihak lain tidak mel menuhi kewajiban notaris yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (4) Kode Etik Notaris.

f. Mengirimkan minuta kepada klien untuk ditandatangani. Penandatanganan akta notaris merupakan bagian dari keharusan agar akta tersebut dikatakan sebagai akta autentik, selain hal tersebut, notaris menjamin kepastian tanggal penandatanganan.

g. Berusaha atau berupaya dengan jalan apa pun agar seseorang berpindah dari notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang bersangkutan maupun melalui perantara orang lain.

Berperilaku baik dan menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan antara lain dengan tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung mengambil klien rekan.

h. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen yang telah diserahkan dan/atau melakukan tekanan psikologi dengan maksud agar klien tersebut tetap membuat akta padanya.

Pada dasarnya setiap pembuatan akta harus dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dari siapa pun termasuk dari notaris, kebebasan membuat akta merupakan hak dari klien itu.

i. Melakukan usaha-usaha baik langsung maupun tidak langsung yang menjurus ke arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan notaris.

Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap kode etik sehingga upaya yang dilakukan tidak baik secara langsung maupun tidak langsung harus dianggap sebagai pelanggaran kode etik.

j. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih rendah dari honorarium yang telah ditetapkan perkumpulan.

Penetapan honor yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak sehat yang dilakukan melalui penetapan honor.

k. Mempekerjakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyaWan kantor notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari notaris yang bersangkutan.

Mengambil karyawan rekan notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji yang dapat mengganggu jalannya kantor rekan notaris.

l.  Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan notaris atau akta yang dibuat olehnya.

Dalam hal seorang notaris menghadapi dan/atau menemukan suatu akta yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata di dalamnya terdat pat kesalahan-kesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka notaris tersebut wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk mencegah timbulnya halhal yang tidak diinginkan terhadap klien yang bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.

m. Membentuk kelompok terhadap rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup kemungkinan bagi notaris lain untuk berpartisipasi.

Notaris wajib memperlakukan rekan notaris sebagai keluarga seprofesi, sehingga di antara sesama rekan notaris harus saling menghormati, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.

n. Menggunakan dan mencantumkan gelar yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah merupakan tindak pidana, sehingga notaris dilarang menggunakan gelar-gelar tidak sah yang dapat merugikan masyarakat dan notaris itu sendiri.

o. Melakukan perbuatan lain yang secara umum disebut sebagai pelanggaran terhadap kode etik notaris, antara lain namun tidak terbatas pada pelanggaran terhadap ketentuan dalam UUIN, penjelasan Pasal 19 ayat (2) UUIN, isi Sumpah Jabatan Notaris, hal-hal yang menurut ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan/atau keputusan lain yang sudah ditetapkan organisasi INI yang tidak boleh di lakukan anggota.

 

PENGECUALIAN

Pasal 5 kode etik profesi notaris mengatur tentang hal-hal yang merupakan pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran, yaitu:

a. Memberikan ucapan selamat, ucapan duka cita dengan menggunakan kartu ucapan, surat, karangan bunga ataupun media lainnya dengan tidak mencantumkan notaris, tetapi hanya nama saja.

Yang diperbolehkan sebagai pribadi dan tidak dalam jabatan.

Tidak dimaksudkan sebagai promosi tetapi upaya menunjukkan kepedulian sosial dalam pergaulan.

b. Pemuatan nama dan alamat notaris dalam buku panduan nomor telepon, faks, dan teleks yang diterbitkan secara resmi oleh PT Telkom dan/atau instansi-instani dan/atau lembaga-lembaga resmi lainnya. Hal tersebut dianggap tidak lagi sebagai media promosi tetapi lebih bersifat pemberitahuan.

c. Memasang satu tanda penunjuk jalan dengan ukuran tidak melebihi 20 x 50 cm, dasar berwarna putih, huruf berwarna hitam, tanpa mencantumkan nama notaris serta dipasang dalam radius maksimum 100 meter dari kantor notaris. Digunakan sebagai papan penunjuk, bukan papan promosi.

                

C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Etis Notaris

Perilaku etis notaris dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat dijabarkan sebagai berikut:[10]

1.                  Faktor intepretasi hukum, yang merupakan faktor internal perilaku etis seorang notaris. Pemahaman mengenai apa yang disebut sebagai hukum akan menentukan seperti apakah perilaku etis notaris itu. Intepretasi hukum dalam konteks etika menunjukkan bahwa hukum bukanlah sarana untuk merekayasa masyarakat dengan suatu paksaan, melainkan sebagai sarana tertib masyarakat dengan suatu penerimaan yang berupa kerelaan. Intepretasi hukum dapat mewujud dalam banyak aspek namun salah satu hal yang terpenting adalah melihat hukum dari perspektif asal-usulnya. Dalam masyarakat sekuler, inteprestasi hukum didasarkan pada nilai-nilai dan standar kontemporer yang seringkali berbeda-beda, sementara dalam masyarakat religius, hukum didasarkan pada nilai-nilai agama yang bersifat dogmatik dan universal.

2.    Tahap perkembangan moral, yang dapat dilihat melalui struktur kesadaran manusia sebagaimana teori psikoanalisis Sigmund Freud (1856-1939). Freud mengidentifikasikan unsur-unsur utama dalam kesadaran manusia sebagai Id, Ego, dan Superego. Ajaran Sigmund Freud mengenai tahap perkembangan moral sejalan dengan konsepsi Timur yang menyatakan bahwa jiwa manusia dalam perkembangannya dapat dijelaskan melalui tiga variabel, yakni tahap ammarah, lawwamah, dan muthmainnah. Tahap ammarah adalah tahap ketika jiwa cenderung pada perbuatan jahat, dan jika tidak dikontrol atau dijaga, akan menyeret pada kemungkaran. Tahap lawwamah adalah tahap perasaan akan kesadaran atas kejahatan, dan untuk menahannya dengan melakukan perbuatan pencegahan. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan bermunajat memohon kemurahan dan ampunan Allah setelah bertaubat dan menjauhinya, sehingga diharapkan akan memperoleh keselamatan. Muthmainah adalah tahap yang tertinggi, yaitu ketika jiwa mencapai kepenuhan hati dan kepuasan setelah akal dibersihkan dari kecenderungan jahat manusia. Jika notaris berperilaku secara tidak etis maka dapat dikatakan bahwa pada saat itu notaris yang bersangkutan berada dalam kondisi nafs ammarah atau dalam keadaan Ego tidak dapat menguasai.

3.    Nilai Pribadi dan Personalitas. Nilai-nilai dan moralitas individu juga akan mempengaruhi standar etika seseorang. Seseorang yang menekankan sifat jujur akan berperilaku sangat berbeda dari orang yang tidak menghargai hak milik orang lain. Dalam hal ini variabel kunci kepribadian yang mempengaruhi perilaku etis seorang individu adalah kemampuannya mengendalikan diri. Seorang individu memiliki kemampuan mengendalikan diri secara internal jika individu tersebut percaya bahwa ia dapat mengontrol berbagai hal dalam kehidupannya. Sebagai konsekuensinya, individu dengan keyakinan internal ini akan merasa bertanggung jawab terhadap segala bentuk tindakannya. Sebaliknya, seorang individu yang mempunyai kemampuan mengendalikan diri secara eksternal, percaya bahwa nasib dan keberuntungan, atau orang lain, yang mempengaruhi hidupnya. Individu seperti ini cenderung percaya bahwa kekuatan eksternal yang menyebabkan berperilaku etis atau tidak. Secara keseluruhan, mereka yang berkeyakinan internal akan cenderung untuk membuat keputusan-keputusan etis daripada mereka yang berkeyakinan eksternal. Mereka lebih sulit dipaksa bertindak secara tidak etis, dan akan menolak untuk melukai orang lain, bahkan meskipun ketika diminta oleh orang lain yang kedudukannya lebih tinggi.

4.    Motivasi. Motivasi dapat menguatkan atau memperlemah/ mengurangi tingkat moralitas suatu perbuatan. Motivasi merupakan suatu niat untuk berbuat sesuatu. Melalui niat ini dapat ditelusur apakah suatu perbuatan adalah etis ataukah tidak. Etika menghendaki antara niat, sarana atau cara dan hasil merupakan suatu hal yang selaras. Ketidakselarasan antara ketiga elemen tersebut menjadikan adanya cacat periaku sehingga perilaku tersebut tidaklah dapat dikategorikan sebagai suatu perilaku yang etis.

5.    Tujuan akhir dari suatu perilaku yang merupakan faktor internal yang penting dalam menentukan suatu tindakan manusia. Sasaran adalah perwujudan dari perbuatan itu sendiri, yaitu perbuatan yang dikehendaki secara bebas menurut aturan moral. Moralitas pada dasarnya terletak pada kehendak. Di dalam menghendaki, manusia menghendaki sesuatu, sehingga pada akhirnya perbuatan itu menjadi obyek perhatian kehendak. Perbuatan manusiawi mendapatkan moralitas pertamanya dari hakikat perbuatan yang senyatanya dikehendaki oleh pelakunya untuk dilakukan, dalam hal ini perbuatan yang dilakukan dan motivasinya berbaur.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Dari segi yuridis dan politis, notaris berperan sebagai aparat penegak hukum sebagaimana dikehendaki dalam GBHN RI, dan jelas bahwa eksistensi notaris itu mempunyai dasar hukum, karena kehadirannya dan fungsinya diatur secara resmi melalui peraturan perundang-undangan

Pada intinya tugas notaris sebagai pejabat umum yang diangkat oleh kepala negara, adalah mengatur secara tertulis dan autentik hubungan hukum antara para pihak yang telah melakukan perjanjian secara mufakat menggunakan jasa notaris, yang pada intinya memberikan kepastian hukum terhadap perjanjian yang telah disepakatinya. Di sini jelas bahwa notaris merupakan jabatan bebas dari pengaruh tekanan apa pun.

Kode etik notaris merupakan kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia (INI) berdasarkan keputusan kongres perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kode etik profesi notaris, harus ditaati oleh setiap anggota yang terikat dengan perkumpulan itu. Kaidah moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani, yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan.

 



[1]H.M. Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan, (Jakarta: Kencana), 2012, hlm. 111

[2] Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dengan Putusan nomor 009-014/PUU-111/2005

[3] Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, ( Yogyakarta :UII Press,2009). Hlm.123

[4] H.M. Agus Santoso, Hukum, Moral, & Keadilan, (Jakarta: Kencana), 2012, hlm. 112

[5] Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti hal 133.

[6] Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, ( Yogyakarta :UII Press,2009). Hlm.123

 

[7] Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, ( Yogyakarta :UII Press,2009). Hlm.62

[8] Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian, PT.Citra Aditya Bakti 2011, Bandung. Hlm. 1

 

[9] Al Amwal: Vol. 1, No. 2, Februari 2019  

[10] Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, ( Yogyakarta :UII Press,2009). Hlm. 155