Kejahatan Perbankan

 

Kaitan Surat Berharga dengan kejahatan perbankan sering terjadi dalam perbankan. Kejahatan adalah perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku. Sedangkan Anatomi kejahatan perbankan berkaitan dengan perbuatan para pengelola perbankan atau yang melibatkan pihak di luar lembaga  perbankan.  Adanya  anatomi kejahatan perbankan tidak lepas dari adanya masalah di dalam bank itu sendiri. Munculnya masalah di dalam bank, pada umumnya berawal dari adanya ketidaktaatan para dewan komisaris, direksi, dan pegawai bank terhadap ketentuan perbankan yang berlaku, serta adanya ketidak hati- hatian (prudential) dalam menjalankan operasional perbankan. Ketaatan terhadap aturan perbankan dan kehati- hatian dalam menjalankan operasional bank pada kondisi tertentu akan menentukan tingkat kesehatan bank secara keseluruhan.

1.   Ilustrasi kasus : Anatomi kejahatan Surat  Berharga  yang merupakan kasus faktual (nyata) sbb: Bank A dalam laporan keuangan yang dipublikasikan beberapa pos tertentu di mark up yaitu laba yang lebih tinggi, dana pihak ke 3 yang meningkat, modal yang cukup kuat, sehingga memberikan kesan yang baik pada masyarakat.

2.   Pola     kejahatan           Window Dressing. Menarik nasabah/investor melalui publikasi laporan keuangan


yang disebut Window Dressing antara lain: obligasi tercatat pada neraca yang disimpan di security Rp  902,5 milyar, terbagi pada PT AL.C Rp 171,5 milyar, PT US Rp 233 milyar, PT A Rp 221,5 milyar, dan PT Ma Rp 56 milyar dan modal positip Rp 219, 5 milyar. Namun ketika Bank Indonesia melakukan pengecekan secara resmi kepada KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) tercatat pada KSEI hanya Rp228,5 milyar, maka terdapat selisih

Dengan demikian dalam kaitan Surat Berharga dengan kejahatan perbankan sering terjadi dalam perbankan. Kejahatan adalah perilaku yang bertentangan  dengan nilai dan norma yang berlaku. Anatomi kejahatan perbankan berkaitan dengan perbuatan para pengelola perbankan atau yang melibatkan pihak di luar lembaga perbankan. Adanya anatomi kejahatan perbankan tidak lepas dari adanya masalah di dalam bank itu sendiri. Munculnya masalah di dalam bank, pada umumnya berawal dari adanya ketidaktaatan para dewan komisaris, direksi, dan pegawai bank terhadap ketentuan perbankan yang berlaku, serta adanya ketidak hati-hatian (prudential) dalam menjalankan operasional perbankan. Ketaatan terhadap aturan perbankan dan kehati-hatian dalam menjalankan operasional bank pada kondisi tertentu akan menentukan tingkat kesehatan bank secara keseluruhan.

 

Bagaimanakah contoh kasus anatomi kejahatan obligasi dalam Surat Berharga?

Ilustrasi kasus :

Anatomi kejahatan Surat Berharga yang merupakan kasus faktual (nyata) sbb: Bank A dalam laporan keuangan yang dipublikasikan beberapa pos tertentu di mark up


yaitu laba yang lebih tinggi, dana pihak ke 3 yang meningkat, modal yang cukup kuat,  sehingga memberikan kesan yang baik pada masyarakat. Menarik nasabah/investor melalui publikasi laporan keuangan yang disebut Window Dressing antara lain: obligasi tercatat pada neraca yang disimpan di security Rp 902,5 milyar, terbagi pada PT AL.C Rp 171,5 milyar, PT US  Rp 233 milyar, PT A Rp 221,5 milyar, dan PT Ma Rp 56 milyar dan modal positip Rp 219, 5 milyar. Namun  ketika Bank Indonesia melakukan pengecekan secara resmi kepada KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) tercatat pada KSEI hanya Rp228,5 milyar, maka terdapat selisih Rp 663 milyar. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain.  Termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabah.

Dengan demikian dari hasil penelitian ditemukan:

1.       Terdapat selisih pencatatan yang tidak benar

2.       Direksi lima perusahaaan sekuritas mengakui kesalahan konfirmasi nilai Obligasi milik Bank A yang berdasarkan informasi Bank A tanpa mengecek fisik Obligasi yang tercatat di KSEI tidakan ini dilakukan atas permintaan direktur operasional Bank A.

3.       Tidak memiliki rekening efek dari perusahaan penyedia jasa kustodi.

4.       Bank A transfer penerimaan kupon SSB  namun bukan berasal dari penerbit SSB.

5.       Bank A tidak dapat memberikan trading slip (SSB  for trading) dan ada trading slip tetapi tidak  ada nama.


Laporan keuangan yang dipublikasikan kepada masyarakat dan dilaporkan juga kepada Bank Indonesia, menimbulkan kesan yang baik kepada masyarakat dan tentunya masyarakat akan tertarik. Apabila ternyata perbuatan tersebut baik dalam membuat laporan keuangan dan publikasi tidak benar sehingga menyesatkan maka

dapat dikatakan Window Dressing yang  merupakan istilah dalam perbankan. Pola kejahatan Window  Dressing : suatu anatomi modus dokumen fiktif  yaitu  apa yang tertera dalm dokumen yang berupa laporan dan pembukuan semuanya tidak ada atau tidak benar. Karena telah dimodifikasi seolah-olah benar dan ada. Hal ini hanya bisa dilakukan bila yang berbuat adalah bank itu sendiri. Jadi dengan demikian dari anatomi  tersebut diatas Bank A telah melakukan modus kejahatan menggunakan Surat Berharga Obigasi sebagai instrumennya.  Obligasi  tersebut  digunakan   dengan cara Window Dressing yaitu tindakan  yang  menampilkan laporan keuangan palsu atau tidak sebenarnya kepada masyarakat sehingga menyesatkan masyarakat.

Kesimpulan :

Ilustrasi kasus :Anatomi kejahatan Surat Berharga yang merupakan kasus faktual (nyata) sbb: Bank A dalam laporan keuangan yang dipublikasikan beberapa pos tertentu di mark up yaitu laba yang lebih tinggi, dana pihak ke 3 yang meningkat, modal yang cukup kuat, sehingga memberikan kesan yang baik pada masyarakat. Pola kejahatan Window Dressing : suatu anatomi modus dokumen fiktif yaitu apa yang tertera dalam dokumen yang berupa laporan dan pembukuan semuanya tidak ada atau tidak benar. Jadi dengan


demikian dari anatomi tersebut diatas Bank A telah melakukan modus kejahatan menggunakan Surat Berharga Obigasi sebagai instrumennya. Obligasi tersebut digunakan dengan cara Window  Dressing  yaitu tindakan yang menampilkan laporan keuangan palsu atau tidak sebenarnya kepada masyarakat sehingga menyesatkan masyarakat.