Terdapat perbedaan dalam menentukan kebendaan antara KUH Perdata dengan hukum adat. Menurut hukum adat pembedaan kebendaan tidak berdasarkan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak, tetapi pembedaan didasarkan atas benda tanah dan benda lain selain tanah. Pembedaan tersebut disebabkan oleh hukum adat menempatkan tanah sebagai benda utama dimana tanah mempunyai kedudukan yang sangat istimewa dalam masyarakat hukum adat. Aspek spiritual yang terkandung dalam benda berupa tanah disebabkan karena kepercayaan masyarakat adat yang sangat kuat bahwa tanah mengandung kekuatan, tanah menjadi tempat mereka tinggal dan sebagai masyarakat agraris mereka makan hasil dari tanah, bahkan tanah merupakan tempat peristirahatan mereka terlebih tanah menjadi tempat para leluhur mereka.
Dengan
adanya UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
menjadikan hukum adat sebagai dasar dari hukum agrarian nasional, maka terdapat
pembedaan kebendaan baru yaitu benda tanah dan benda bukan tanah. Pembedaan
kebendaan baru ini dengan sendirinya juga akan mempengaruhi pembebanan benda
tanah dan benda bukan tanah tersebut untuk dijadikan sebagai jaminan utang
dalam sistem hukum kebendaan nasional mendatang. Pembebanan jaminan utang
berkaitan dengan adanya dua macam prinsip atau asas dalam bidang tanah yaitu
“asas perlekatan” dan “asas pemisahan”.
Pembedaan
benda atas benda tanah dan benda bukan tanah bersesuaian dengan hukum adat yang
menjadi dasar hukum agrarian nasional, dianut juga di Belanda, Inggris, Taiwan,
Cina dan Jepang. Dalam sistem hukum Inggris dan Belanda menganut asas hukum
yang berbeda dalam hubungan antara tanah (land) dengan benda yang ada di
atasnya yakni menganut asas perlekatan vertikal. Di Indonesia dengan berlakunya
UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, hubungan
antara tanah dengan benda yang ada di atasnya didasarkan pada asas pemisahan
horizontal sesuai dengan sistem hukum adat.
Pembedaan
Kebendaan :
1.
Kebendaan Bergerak dan Kebendaan Tidak Bergerak, dasar hukum Pasal 504, 506 –
518
KUH
perdata. Kategorisasi kebendaan bergerak dibagi 2 :
a.
Kebendaan bergerak karena sifatnya bergerak, benda dalam kategori ini dapat
berpindah atau dipindahkan tempat. Dikecualikan dalam benda bergerak yaitu
kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau yang dinilai sama
dengan itu, karena termasuk kebendaan tidak bergerak (kebendaan tetap).
b.
Kebendaan bergerak karena ketentuan UU yang telah menetapkannya sebagai
kebendaan bergerak, berupa hak atas benda bergerak meliputi hak pakai hasil dan
hak pakai atas benda bergerak; hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;
penagihan atau piutang atas benda bergerak; saham-saham dalam persekutuan
perdagangan; surat- surat berharga; tanda-tanda perutangan yang dilakukan
dengan negara-negara asing.
Kategorisasi
benda tidak bergerak/benda tetap (Pasal 506, 507, 508 KUH Perdata) :
a.
Kebendaan bergerak yang karena sifatnya tidak bergerak, artinya kebendaan tidak
dapat
berpindah, meliputi :
-
Tanah
Dengan Segala Yang Melekat Padanya;
-
Pekarangan
Dan Apa Yang Didirikan Diatasnya;
-
Penggilingan,
Kecuali Ditentukan Dalam Pasal 510;
-
Pohon
Dan Tanaman Ladang Yang Dengan Akarnya Menancap Dalam Tanah;
-
Buah-Buahan
Dari Pohon Yang Belum Dipetik;
-
Barang-Barang
Tambang Selama Belum Terpisah Dan Digali Dari Tanah;
-
Kayu
Tebangan Dari Hutan;
-
Kayu
Dari Pohon Yang Berbatang Tinggi Selama Belum Dipotong;
-
Pipa-Pipa
Dan Got Yang Diperuntukkan Untuk Menyalurkan Air Dari Rumah Atau Pekarangan;
-
Segala
apa yang tertancap dalam pekarangan;
-
Segala
yang terpaku dalam bangunan rumah.
b. Kebendaan yang karena peruntukannya termasuk dalam kebendaan tidak bergerak, karena benda-benda tersebut menyatu sebagai bagian dari kebendaan tidak bergerak, meliputi :
-
kebendaan dalam pabrik, dimana benda tersebut tertanam dan menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam pabrik, namun juga benda-benda atau perkakas yang tidak
terpaku.
-
kebendaan dalam perumahan, barang-barang yang diletakkan pada papan atau
pasangan batu yang merupakan bagian dinding, pagar atau plesteran ruangan
walaupun barang tidak terpaku.
-
kebendaan dalam pertanahan, misalnya timbunan gemuk yang diperuntukkan guna
merabuk tanah, burung merpati termasuk kawanan burung merpati, ikan yang ada di
kolam, sarang burung yang dapat dimakan (sarang burung wallet misalnya) selama
belum dikumpulkan atau diambil.
-
kebendaan bahan pembangunan gedung yang berasal dari perombakan atau perubuhan
gedung, bila diperuntukkan guna mendirikan kembali gedung itu.
-
kebendaan yang oleh pemiliknya dihubungkan dengan kebendaan tidak bergerak guna
dipakai selamanya, yakni kebendaan dilekatkan, kebendaan tidak dapat dilepaskan
atau tidak memutus atau merusak bagian kebendaan tidak bergerak dimana
kebendaan dilekatkan.
c.
Kebendaan yang karena UU ditetapkan sebagai kebendaan tidak bergerak, yakni
berupa :
-
hak-hak yang melekat pada kebendaan tidak bergerak : hak pakai hasil dan hak
pakai barang tidak bergerak; hak pengabdian tanah; hak numpang karang; hak guna
usaha; bunga tanah; hak sepersepuluhan; bazar atau pasar yang diakui oleh
pemerintah dan hak istimewa yang berhubungan dengan itu; gugatan guna menuntut
pengembalian atau penyerahan kebendaan tidak bergerak.
-
kapal dengan ukuran isi kotor sekurang-kurangnya 20 m3 atau yang kebendaan
tidak bergerak.
Pembedaan
benda bergerak dan tidak bergerak penting untuk penguasaan (bezit), penyerahan
(levering), pembebanan (bezwaring) dan daluwarsa (verjaring).
a. Penguasaan (bezit), untuk benda bergerak berlaku titel sempurna maksudnya bahwa siapapun yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik (Pasal 1977 ayat (1) KUH Perdata). Dalam perkembangannya saat ini ketentuan Pasal 1977 hanya akan berlaku bagi benda bergerak tidak terdaftar atau benda bergerak tidak atas nama saja. Penguasaan benda tidak bergerak bahwa belum tentu orang yang menguasai benda tidak bergerak bertindak sebagai pemiliknya.
b.
Penyerahan (levering), untuk benda bergerak dilakukan penyerahan nyata
(feitelijke levering) dimana sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering)
berdasarkan Pasal 612 KUH Perdata. Penyerahan benda bergerak berupa
piutang-piutang atas nama dan kebendaan tidak berwujud lain dilakukan dengan
membuat akta autentik atau akta di bawah tangan (Pasal 613 KUH Perdata).
Penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang
bersangkutan dan membukukan dalam register sebagaimana ditentukan dalam Pasal
620 KUH Perdata. Secara khusus untuk kebendaan tidak bergerak berupa tanah
diatur dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,
maka cara penyerahannya tunduk pada Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun
1961.
c.
Pembebanan (bezwaring), untuk benda bergerak dilakukan dengan penguasaan benda
yang dijadikan jaminan utang, lembaga hak jaminan yang digunakan adalah gadai
dan fidusia. Pembebanan untuk benda tidak bergerak dilakukan dengan tanpa
menguasai benda jaminan, lembaga hak jaminan yang digunakan adalah hypotek.
Dengan adanya UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah maka pembebanan kebendaan tidak
bergerak berupa tanah menggunakan pembebanan Hak Tanggungan.
d. Daluarsa (verjaring), untuk benda bergerak tidak dikenal adanya daluarsa sebab bezitter (orang yang menguasai benda) dari kebendaan bergerak dianggap sebagai eigenaar (pemilik). Pada kebendaan tidak bergerak dikenal daluarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 1963 KUH Perdata bahwa yang menentukan siapa yang dengan beritikad baik dan berdasarkan suatu alas hak yang sah memperoleh suatu kebendaan tidak bergerak maka akan memperoleh hak milik atasnya dengan jalan daluarsa dengan suatu penguasaan selama 20 tahun sedangkan kalau tidak ada alas hak yang sah daluarsa 30 tahun.
Menurut
UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria bahwa khusus
benda tidak bergerak berupa tanah tidak dikenal adanya daluarsa (verjaring).
2.
Kebendaan Berwujud dan Kebendaan Tidak Berwujud
Dasar
hukum Pasal 503 KUH Perdata. Benda berwujud yakni benda yang dapat dilihat dan
diraba, sedangkan benda tidak berwujud berupa hak-hak atau tagihan.
Pembedaan
terhadap kebendaan tersebut penting dalam hal penyerahan dan cara
mengadakannya. Penyerahan benda berwujud cukup dengan penyerahan nyata dari
tangan ke tangan, sedangkan penyerahan benda tidak berwujud berupa piutang atas
nama (op naam) dilakukan dengan cessie, penyerahan piutang atas tunjuk atau
atas bawa (aan tonder) dilakukan dengan penyerahan surat yang bersangkutan dari
tangan ke tangan, dan penyerahan piutang atas pengganti dilakukan dengan
penyerahan surat yang bersangkutan dari tangan ke tangan disertai dengan
endosemen.
3.
Kebendaan yang dapat Dihabiskan dan Kebendaan yang tidak dapat Dihabiskan
Dasar
hukum Pasal 505 KUH Perdata. Kebendaan bergerak dikatakan dapat dihabiskan jika
karena pemakaian menjadi habis, misal gula, makanan minuman, uang dan lainnya.
Kebendaan bergerak dikatakan tidak dapat dihabiskan jika dalam pemakaiannya
menjadi tidak habis namun nilai ekonominya berkurang, misal peralatan
elektronika, piring dan lain sebagainya.
Pembedaan
tersebut mempunyai arti penting dalam pembatalan perjanjian. Pada pembatalan
perjanjian untuk benda yang habis pakai maka jika dibatalkan sulit untuk
mengembalikan seperti keadaan semula sehingga penyelesaiannya harus dengan
mengganti benda lain yang sejenis dan senilai. Pada benda yang tidak habis
pakai, bila dibatalkan tidak mengalami kesulitan karena bendanya masih ada dan
dapat diserahkan kembali.
Terkait
dengan konstruksi kebendaan ini diatur dalam KUH Perdata dengan nama :
a.
Perjanjian pinjam pakai/bruikleen, diatur dalam Pasal 1740 – 1753 KUH Perdata.
Pada perjanjian ini bermaksud untuk meminjamkan suatu barang kepada orang lain,
obyek perjanjiannya berupa barang tidak habis atau musnah dalam pemakaian, maka
setelah lewat waktu perjanjian harus mengembalikan barang yang dipinjamnya
dalam bentuk yang sama seperti saat meminjam.
b.
Perjanjian pinjam meminjam/verbruikleen, diatur dalam Pasal 1754 – 1769 KUH
Perdata. Pada perjanjian ini bermaksud untuk meminjamkan suatu barang kepada
orang lain, namun obyek perjanjiannya berupa barang yang habis pakai sehingga
jika sudah berakhir masa perjanjiannya harus dikembalikan dalam jumlah dan
jenis yang sama dengan barang yang dipinjamnya.
4.
Kebendaan yang dapat Diganti dan Kebendaan yang tidak dapat Diganti
Tidak
disebutkan secara tegas dalam KUH Perdata, namun tersirat dalam Pasal 1694 –
1739 KUH Perdata tentang Perjanjian Penitipan Barang (bewaargeving). Pada
prinsipnya seseorang yang dititipi barang berkewajiban mengembalikan dalam
wujud asal (in natura) maksudnya bahwa barang titipan tidak boleh diganti
dengan benda lain. Hal tersebut terkait obyek perjanjian penitipan barang yang
berupa benda yang tidak habis pakai. Untuk benda yang habis pakai, dalam hal
terjadi perjanjian penitipan barang (misalnya uang) maka benda dapat diganti
dengan benda lain asalkan sama nilainya.
5.
Kebendaan yang dapat Dibagi dan Kebendaan yang tidak dapat Dibagi
Dasar
hukum Pasal 1296 KUH Perdata. Kebendaan dapat dibagi jika benda dapat dipisah-
pisahkan dan tetap dapat digunakan, misalnya penyerahan gula, kopi, teh dan
lainnya. Kebendaan yang tidak dapat dibagi jika benda tidak dapat dipisah-pisahkan
atau merupakan satu kesatuan yang utuh jika dibagi atau dipisahkan maka tidak
dapat digunakan, misal penyerahan mejan seekor sapi dan lainnya.
Pembedaan kebendaan yang dapat dibagi dan kebendaan yang tidak dapat dibagi mempunyai arti penting pada pemenuhan prestasi atas suatu perikatan. Dalam perikatan yang obyeknya benda dapat dibagi, prestasi dapat dilakukan secara sebagian demi sebagian, sedang perikatan yang obyeknya benda tidak dapat dibagi pemenuhan prestasinya tidak mungkin dilakukan sebagian demi sebagian.
6.
Kebendaan yang Sudah Ada dan Kebendaan yang Akan Ada
Dasar
hukum Pasal 1334 KUH Perdata. Pembedaan kebendaan ini penting bagi pelaksanaan
perjanjian dan pelunasan jaminan utang. Pada pelaksanaan perjanjian benda yang
menjadi obyek perjanjian bisa terhadap benda yang sudah ada maupun benda yang
akan ada, kecuali untuk perjanjian hibah harus benda yang sudah ada. Jika
perjanjian hibah untuk benda yang akan ada maka perjanjiannya batal demi hukum.
Kebendaan yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang harus kebendaan yang
sudah ada, jika benda yang akan ada menjadi obyek jaminan utang maka perjanjian
batal demi hukum (Pasal 1175 ayat (1) KUH Perdata).
7.
Kebendaan dalam Perdagangan dan Kebendaan di luar Perdagangan
Dasar
hukum Pasal 1332 KUH Perdata. Kebendaan dalam perdagangan maksudnya adalah
kebendaan yang menjadi milik subyek hukum dan dapat dijadikan sebagai obyek
suatu perjanjian, sehingga terhadap benda tersebut dapat dijual beli secara
bebas, dapat dihibahkan atau diwariskan. Dalam hal ini yang bisa menjadi obyek
perjanjian adalah kebendaan dalam perdagangan. Kebendaan di luar perdagangan
maksudnya adalah benda tersebut dilarang untuk dijadikan obyek perjanjian.
Kebendaan yang dilarang untuk menjadi objek perdagangan disebabkan karena
peruntukannya (benda yang digunakan untuk kepentingan umum), dilarang oleh
hukum atau undang-undang (misalnya narkoba), dilarang karena berlawanan dengan
kesusilaan, dan karena sifatnya tidak mungkin dimiliki (misalnya udara bebas,
air laut dan lainnya).
8.
Kebendaan yang Terdaftar dan Kebendaan yang tidak Terdaftar
Dasar hukumnya tidak terdapat dalam KUH Perdata namun tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya peraturan pendaftaran tanah, pendaftaran HKI, pendaftaran kendaraan bermotor dan lainnya. Pendaftaran atas suatu kebendaan dimaksudkan untuk menjamin kepatian hak kepemilikan atas benda-benda yang didaftarkandan memudahkan untuk memungut pajak atas benda tersebut.