1. Hakim Bersifat Menunggu (iudex no procedat ex officio) : inisiatif pengajuan gugatan beasal dari penggugat, hakim (pengadilan)hanya menunggu diajukannya tuntutan hak oleh penggugat.
2. Hakim Bersifat Pasif (lijdelijkeheid van rechter).
Ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang diajukan untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim
3. Persidangan Terbuka Untuk Umum (0penbaarheid van rechtspraak).
Pasal 13 ayat (1) UU no. 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman menentukan : semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang undang menentukan lain.
Secara formal asas ini membuka kesempatan untuk “sosial kontrol” (H. Zainal Asikin, 2015: 11), untuk menjamin peradilan yang tidak memihak, adil, obyektif, berproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masyarakat secara umum dapat hadir, mendengarkan dan menyaksikan jalannya persidangan yang dinyatakan terbuka untuk umum, kecuali ditentukan lain oleh undang undang dan persidangan dinyatakan dilakukan dengan pintu tertutup. Asas ini bertujuan untuk memberi perlindungan hak hak asasi manusia di bidang peradilan, sehingga terjadi pemeriksaan yang fair dan obyektif dan didapat putusan yang obyektif.
Putusan pengadilan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan tidak sah dan batal demi hukum apabila tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umuum.
4. Audi Et Alteram Partem.
Asas ini tercermin dalam pasal 4 ayat (1) UU No. 48/2009, pasal 145 dan 157 RBg, pasal 121 dan 132 HIR. Pengadilan harus memperlakukan kedua belah pihak sama, memberi kesempatan yang sama kepada para pihak untuk memberi pendapatnya dan tidak memihak. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Pengadilan tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
5. Putusan Harus Disertai Alasan (motivering plicht-voeldoende gemotiveerd).
Alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban hakim dari putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi, ilmu hukum sehingga oleh karenanya mempunyai nilai obyektif (Sudikno Mertokusumo, 1993: 14). Kewajiban mencantumkan alasan alasan ditentukan dalam pasal 195 RBg, Pasal 184 HIR, pasal 50 dqn 53 UU No. 48/2009, pasal 68 A UU No. 49/2009.
Pasal 68 A UU No. 49/2009 menentukan :
1) Dalam memeriksa dan memutusrus bertanggungjawab atas penetapan dan putusan yang dibuatnya.
2) Penetapan dan putusan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus memuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.
6.
Beracara Dikenakan Biaya.
Hal ini dengan jelas tertuang
dalam pasal 2 ayat (4) UU No. 48/2009, pasal 145 ayat (4), pasal 192, pasal 194
RBg, pasal 121 ayat (4), pasal 182, pasal 183 HIR. Biaya perkara ini dipakai
untuk: biaya kepaniteraan, biaya panggilan, biaya pemberitahuan, biaya materai,
dan lain-lain biaya yang memang diperlukan seprti misalnya biaya pemeriksaan
setempat.
Namun, dimungkinkan bagi yang tidak mampu untuk
berperkara secara “pro deo” atau berperkara secara cuma-cuma sebagaimana yang
diatur dalam pasal 273 RBg / 237 HIR, yang menentukan : penggugat atau tergugat
yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat diizinkan untuk berperkara tanpa
biaya.
7.
Trilogi Peradilan (Sederhana, Cepat dan Biaya
Ringan).
Asas ini tercantum dalam pasal 2 ayat (4) UU No. 48/2009.Sarwono
menekankan pada kata “”sederhana” dan “cepat”. Apabila “sederhana” dan “cepat”
sudah dapat diterapkan melalui tidakan teknis-konkrit persidangan maka biaya
yang akan dikeluarkan oleh para pihak akan semakin ringan.
Yang dimaksud dengan asas sederhana, cepat dan biaya ringan adalah hakim
dalam mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama (Sarwono, 2011: 23 –
24).H.Zainal Asikin menjelaskan ketiga kata itu sebagai antara lain sebagai
berikut : Yang dimaksud dengan
5
sederhana adalah acaranya jelas, mudah dipahami dan
tidak berbelit-belit. Cepat menunjuk jalannya peradilan yang cepat dan proses
penyelesaiannya tidak berlarut larut yang terkadang harus dilanjutkan oleh ahli
warisnya. Sedangkan, biaya ringan maksudnya biaya yang serendah mungkin
sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat (H Zainal Asikin, 2015: 14).
8.
Asas Bebas Dari Campur Tangan Pihak Di Luar
Pengadilan
Hakim dituntut sungguh-sungguh mandiri. Hakim
mempunyai otonomi yang selalu harus dijaga agar proses peradilan berjalan
menuju sasaran: peradilan yang obyektif, fair, jujur dan tidak memihak. Hakim
tidak boleh terpengaruh oleh hal-hal di luar pengadilan, seperti pengaruh uang,
pengaruh kekerabatan, pengaruh kekuasaan dan lain sebagainya.