Sistem penyediaan dan pembebasan tanah guna pembangunan untuk kepentingan umum

 BAB I

PENDAHULUAN

  1. LATAR BELAKANG

Tanah merupakan sumber daya alam yang penting sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagikelangsungan hidup umat manusia. Arti penting ini menunjukan adanya pertalian yang sangat erat antara hubungan manusia dengan tanah, karena tanah merupakan tempat pemukiman dan tempat mata pencaharian bagi manusia. Tanah juga merupakan kekayaan nasional yang dibutuhkan oleh manusia baik secara individual, badanusaha maupun pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.

Perkembangan pembangunan di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Kegiatan pembangunan gedung sekolah inpres, rumah sakit, pasar, stasiun kereta api, tempat ibadah, jembatan, pengadaan berbagai proyek pembuatan dan pelebaran jalan serta pembangunan lainnya memerlukan tanah sebagai sarana utamanya.

Persoalan yang kemudian muncul adalah bagaimana pengambilan tanah kepunyaan masyarakat untuk keperluan proyek pembangunan. Hal ini memang menyangkut persoalan yang paling kontroversial mengenai masalah pertanahan. Pada satu pihak tuntutan pembangunan akan tanah sudah sedemikian mendesak sedangkan pada lain pihak sebagian besar warga masyarakat juga memerlukan tanah sebagai tempat pemukiman dan tempat mata pencahariannya.


B. RUMUSAN MASALAH


  1. Apa itu fungsi tanah 

  2. Apa itu pembebasan Tanah

  3. Apa itu pemindahan hak atas tanah

  4. Apa itu pelepasan hak atas tanah

  5. Apa itu Pencabutan hak atas tanah





BAB II

PEMBAHASAN


  1. HAK MENGUASAI OLEH NEGARA

Hak tanah tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. “Sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolak pembeda di antara  hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah. 


Hak menguasai tanah oleh negara bersumber dari kekuasaan yang melekat pada negara, sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Selanjutnya dalam penjelasannya dinyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok pokok kemakmuran rakyat, sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pernyataan tersebut menjelaskan dua hal, yaitu bahwa secara konstitusional Negara memiliki legitimasi yang kuat untuk menguasai tanah sebagai bagian dari bumi, namun penguasaan tersebut harus dalam kerangka untuk kemakmuran rakyat.


Hak menguasai dari Negara memberi wewenang kepada Negara untuk :

  1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

  2. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

  3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.


  1. FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH


  1. PEMBEBASAN HAK ATAS TANAH 

Salah satu cara berakhirnya hak atas tanah adalah apabila terjadinya pembebasan hak atas tanah tersebut. Pembebasan hak atas tanah selama ini telah mengalami perubahan, yaitu semula diatur dengan keputusan menteri dalam negeri Nomor 15 Tahun 1974 tentang tata cara pembebasan hak atas tanah. Kemudian pada tahun 1993 diubah dengan dikeluarkannya keputusan presiden nomor 55 tahun 1993 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum.

  1. Pengertian Pembebasan Hak atas Tanah

Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975, secara tegas diatur mengenai pengertian pembebasan tanah, yaitu sebagai berikut.

Pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat pada pemegang hak (penguasa tanah) dengan cara memberikan ganti rugi. Ganti rugi atas tanah-tanah yang dibebaskan berupa; tanah-tanah yang telah mempunyai sesuatu hak berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1960, tanah-tanah masyarakat hukum adat (pasal 1 ayat (5) permendagri nomor 15 tahun 1974) .

Hakikat dari pengertian pembebasan hak atas tanah tersebut adalah seorang melepaskan haknya kepada kepentingan lain dengan cara memberikan ganti rugi. Untuk memperlancar mengenai pelaksanaan pembebasan tanah tersebut, menteri dalam negeri mengeluarkan peraturan pelaksanaan berupa Surat Keputusan Nomor 16/10/41, tanggal 19 oktober 1976 tentang petunjuk pembebasan tanah. Salah satu ketentuan yang terdapat dalam surat keputusan tersebut menyangkut mengenai panitia penaksir ganti rugi atas tanah. Panitia penaksir bertugas menaksir besarnya ganti rugi atas tanah, bangunan-bangunan dan tanaman-tanaman yang ada diatasnya dengan mengusahakan persetujuan antara kedua belah pihak berdasarkan musyawarah serta mempergunakan harga umum setempat.

Sementara itu, pengertian pengadaan tanah sebagaimana yang diatur dalam pasal 1 ayat (1) keppres Nomor 55 tahun 1993 dinyatakan bahwa :

Setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah tersebut.

  1. Pokok-Pokok Kebijakan Pengadaan Tanah

Kebijakan pemerintah terhadap pengadaan tanah merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan tanah demi kepentingan umum. Dalam artian bahwa tanah yang telah diambil dari warga masyarakat peruntukannya benar-benar untuk kepentingan pembangunan. Sebab esensi yang terkandung di dalamnya adalah masyarakat telah melepaskan haknya tersebut sehingga tidak ada lagi hubungan hukum dengan pemiliknya.

Untuk mementukan penetapan pengadaan tanah bagi kepentingan umum, harus diselaraskan dengan perencanaan tata ruang daerah yang bersangkutan. Ini dimaksudkan agar jangan sampai tanah masyarakat yang telah diambil untuk pembangunan ternyata tidak sesuai dengan perencanaan dan pengembangan kota, sehingga merugikan masyarakat yang bersangkutan.

Dalam pasal 5 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 diatur mengenai kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan, dalam bidang- bidang antara lain.

  1. Jalan umum dan saluran pembuangan air

  2. Waduk, bendungan, dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi

  3. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat

  4. Pelabuhan udara, bandar udara atau terminal

  5. Peribadatan

  6. Pendidikan atau sekolah

  7. Pasar umum atau pasar inpres

  8. Fasilitas pemakaman umum

  9. Fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana

  10. Pos dan  telekomunikasi

  11. Sarana olahraga

  12. Stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya

  13. Kantor pemerintah

  14. Fasilitas angkatan bersenjata

Penentuan mengenai jenis bidang pembangunan yang termasuk dalam kepentingan umum tersebut tetap ditentukan dalam keputusan Presiden Republik Indonesia. Hal ini menandakan bahwa penentuan pembangunan yang masuk dalam kategori tersebut, bukan sembarang ditentukan tetapi harus melalui suatu proses yang nantinya presiden sendirilah yang menentukan kategori tersebut.

  1. Tata cara pelaksanaan pengadaan tanah

Pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan yang bersifat umum, dilakukan oleh sebuah panitia yang ditunjuk oleh gubernur apabila pengadaan tanah tersebut berada di tingkat provinsi atau tanah tersebut terletak di antara dua daerah kabupaten. Khusus untuk daerah kabupaten, susunan panitia pengadaan tanah diatur dalam pasal 7 ayat (1) Keppres No. 55/93, yang anggotanya terdiri atas instansi yang terkait dengan pengadaan tanah yang terdapat di daerah kabupaten. Susunannya sebagai berikut :

  1. Bupati/walikota kepala daerah sebagai ketua merangkap anggota

  2. Kepala kantor pertanahan kabupaten/kota sebagai wakil ketua merangkap anggota

  3. Kepala kantor pelayanan pajak bumi dan bangunan, sebagai anggota

  4. Kepala inspeksi pemerintahan daerah yang bertanggung jawab di bidang pembangunan sebagai anggota

  5. Kepala instansi pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian, sebagai anggota

  6. Camat yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan pembangunan akan berlangsung sebagai anggota

  7. Lurah/kepala desa yang wilayahnya meliputi bidang tanah dimana rencana dan pelaksanaan akan berlangsung, sebagai anggota

  8. Asisten sekretaris wilayah daerah bidang pemerintahan atau kepala bagian pemerintahan pada kantor bupati/walikota, sebagai sekretaris 1, bukan anggota

  9. Kepala seksi pada kantor pertanahan kabupaten/kota, sebagai sekretaris II, bukan anggota.

Untuk membantu panitia dalam melakukan pelaksanaan pengadaan tanah dalam rangka kepentingan umum, maka dalam pasal 8 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 diatur mengenai tugas panitia sebagai berikut:

  1. Mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan.

  2. Mengadakan penelitian mengenai status ukum tanah yang hak atasnya akan dilepas atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya.

  3. Menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan.

  4. Memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut.

  5. Megadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan instansi pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian.

  6. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada di atas tanah.

  7. Membuat berita acara pelaksanaan atau penyerahan hak atas tanah.


Dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum upaya yang harus dilakukan adalah musyawarah. Pengedepanan musyawarah dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum  merupakan pengejawantahan dari sifat masyarakat adat yang lebih mengutamakan setiap masalah diselesaikan secara musyawarah, karena lebih kental kekeluargaannya.


  1. PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH


  1. Pengertian Pemindahan Hak atas Tanah


Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak-hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain. Pemindahan hak atas tanah dapat dilakukan dengan cara jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya. Cara memperoleh tanah dengan pemindahan hak atas tanah ditempuh apabila yang membutuhkan tanah memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah. Dengan demikian dapat disimpulkan, yaitu apabila tanah yang tersedia adalah tanah hak lainnya yang berstatus HM, HGU, HGB, dan Hak Pakai maka dapat digunakan cara perolehan tanahnya melalui pemindahan hak misalnya dalam bentuk jual beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan lain sebagainya.


  1. Pemindahan Hak Melalui Jual Beli


Jual beli hak atas tanah atau dalam praktik disebut jual beli tanah. Secara yuridis, yang diperjual belikan adalah hak atas tanah bukan tanahnya. Memang benar bahwa tujuan membeli hak atas tanah adalah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan menggunakan tanah. Dalam perkembangannya, yang diperjualbelikan tidak hanya hak atas tanah, tetapi juga Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Syarat sahnya jual beli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun untuk kepentingan pendaftaran pemindahan haknya ada dua, yaitu :

  1. Syarat Materil

Pemegang hak atas tanah atau  Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun berhak dan berwenang menjual hak atas tanah atau hak milik atas rumah susunnya, dan pembeli harus memenuhi syarat sebagai pemegang (subjek) hak dari hak atas tanah atau  Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi objek jual beli.

  1. Syarat Formal

Dalam rangka pendaftaran pemindahan hak, maka jual beli hak atas tanah atau  Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat pembuat akta tanah (PPAT).

  1. Pemindahan hak melalui lelang

Lelang hak atas tanah atau dalam praktik disebut lelang tanah. Secara yuridis, yang dilelang adalah hak atas tanah bukan tanahnya. Tujuan lelang atas tanah adalah supaya pembeli lelang dapat secara sah menguasai dan menggunakan tanahnya.

Permohonan pendaftaran pemindahan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun melalui lelang diajukan oleh pembeli lelang atau kuasanya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota Setempat.

  1. PELEPASAN HAK ATAS TANAH


  1. Pengertian Pelepasan Hak Atas Tanah

Pelepasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula diantara pemegang hak/menguasai tanah dengan cara memberikan ganti rugi. Kedua perbuatan hukum di atas mempunyai pengertian yang sama, perbedaannya pembebasan hak atas tanah adalah dilihat dari yang membutuhkan tanah, biasanya dilakukan untuk areal tanah yang luas, sedangkan pelepasan hak atas tanah dilihat dari yang memiliki tanah, dimana ia melepaskan haknya kepada Negara untuk kepentingan pihak lain. Semua hak atas tanah dapat diserahkan secara sukarela kepada Negara. Penyerahan sukarela ini yang disebut dengan melepaskan hak atas tanah. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 UUPA, yang menyatakan bahwa:


“Hak milik hapus bila:

a. tanahnya jatuh kepada Negara:

1. karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18

2. karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya

3. karena diterlantarkan

4. karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2

b. tanahnya musnah.”





  1. PENCABUTAN HAK ATAS TANAH

Pencabutan hak atas tanah menurut UUPA adalah pengambil alihan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum. 

Dengan demikian, pencabutan hak atas tanah merupakan cara terakhir untuk memperoleh tanah hak yang diperlukan bagi pembangunan untuk kepentingan umum setelah berbagai cara melalui musyawarah tidak berhasil.


Dasar  hukum pengaturan  pencabutan  hak  atas  tanah  diatur  oleh UUPA dalam Pasal 18 yang menyatakan bahwa:

”Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama darirakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang”


BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN


Hakikat dari pengertian pembebasan hak atas tanah tersebut adalah seorang melepaskan haknya kepada kepentingan lain dengan cara memberikan ganti rugi. Pemindahan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak-hak atas tanah yang bersangkutan sengaja dialihkan kepada pihak lain.

Pelepasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya, dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Pencabutan hak atas tanah menurut UUPA adalah pengambil alihan tanah kepunyaan sesuatu pihak oleh Negara secara paksa yang mengakibatkan hak atas tanah menjadi hapus, tanpa yang bersangkutan melakukan sesuatu pelanggaran atau lalai dalam memenuhi sesuatu kewajiban hukum


















DAFTAR PUSTAKA


  • Supriadi. Hukum Agraria, Jakarrta: Remaja Rosdakarya, 2015

  • Harsono, Boedi. Hukum Agraria Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Jakarta: Djambatan, 2003

  • Santoso, Urip. Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Jakarta: Kencana, 2015

  • Perangin, Effendi. Hukum Agraria Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 1991